15 Contoh Cerita Fabel Bahasa Indonesia & Inggris Singkat

contoh cerita fabel

Fabel adalah cerita fiksi dengan tokoh hewan yang berperilaku seperti manusia. Simak contoh cerita fabel singkat di artikel ini.

Masih ingatkah kamu dengan dongeng Si Kancil dan Buaya? Dongeng ini mengisahkan kancil yang cerdik dan buaya yang mudah ditipu. Dalam bahasa Indonesia, dongeng tadi adalah satu jenis cerita fiksi, yaitu fabel.

 

Apa Itu Fabel?

Fabel menceritakan kehidupan hewan yang memiliki watak layaknya manusia. Di dalam ceritanya terdapat nilai-nilai moral yang bisa dijadikan pembelajaran hidup. Seiring perkembangan zaman, fabel tidak hanya disajikan lewat teks, tetapi juga serial sampai film kartun. Contohnya, The Lion King, Madagascar, Ice Age dan lain sebagainya.

 

Ciri Ciri Fabel

Cerita fabel hewan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  • Tokoh dalam cerita berupa binatang yang berperilaku dan berwatak seperti manusia.
  • Cerita fabel menunjukkan kejadian sebab-akibat.
  • Alur cerita fabel umumnya lebih sederhana namun sarat akan pesan moral.
  • Konflik dalam cerita umumnya diambil dari kehidupan manusia sehari-hari.
  • Menggunakan latar tempat di alam, seperti di hutan, sungai, kebun, kolam, sawah, dan lain-lain.
  • Biasanya berbentuk teks narasi dengan adanya dialog antar tokoh berupa kalimat langsung. Dialog antar tokoh menggunakan bahasa tidak baku atau bahasa sehari-hari.

 

Contoh Cerita Fabel Hewan

Di bawah ini adalah beberapa cerita fabel pendek dengan berbagai pesan moral yang bisa dipetik. Konflik yang disajikan umumnya berhubungan dengan watak baik dan buruk manusia, seperti keramahan, keberanian, kesombongan sampai keserakahan.

1. Bura, Si Beruang yang Sering Lupa

Bura berdiri di depan pintu rumahnya. Ia membuka dan menutup tasnya berulang kali. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengeluarkan isi tasnya.

Prak prak prak… Satu per satu benda di dalam tas Bura dikeluarkan. Namun, Bura masih kebingungan.

“Hai Bura, cari apa?” kata Cendan yang hinggap di pohon dekat rumah Bura.

“Kunci pintu rumahku, Cen. Ah, aku lupa menaruhnya di mana,” kata Bura.

“Wah, hilang lagi? Bukannya dua hari yang lalu juga hilang?” kata Cendan sambil terbang mendekati tas Bura yang tergeletak di atas tanah.

“Haaah, aku memang pelupa Cen,” kata Bura sedih. Ia duduk menyender dan tampak kelelahan.

Cendan membantu Bura mencari kunci sekali lagi dalam tas. Kasihan Bura yang tidak bisa masuk ke rumah. Dua hari yang lalu, ia mencari kunci ke sana ke mari, ternyata ia taruh di kantong. Ah! Cendan ingat sesuatu.

“Coba lihat di kantong, siapa tahu ada,” kata Cendan.

Bura merogoh kantongnya.

“Ah, ini dia!” kata Bura berseru.

“Tuh, kan, sama seperti kemarin. Bura selalu saja lupa,” kata Cendan sambil terbang.

Bura masuk ke rumah. Walaupun lelah, tetapi ia juga lapar. Jadi, ia memutuskan untuk membuat makan siang.

Bura memang beruang yang sangat pintar memasak. Ia sering mengundang teman-teman untuk makan di rumahnya. Ia juga selalu membawa makanan lezat saat piknik bersama.

“Sya lalalalala…. aku akan buat makan siang lezat untuk Cendan,” kata Bura.

“Lalu, aku akan antarkan ke rumahnya untuk jadi kejutan. Pasti ia senang,” kata Bura.

Aroma masakan Bura begitu sedap. Apalagi saat ia membuka jendela dapurnya, aroma lezat menyebar ke area hutan. Ia membuat begitu banyak makanan karena ada banyak bahan yang tersimpan di dapur.

Bura tinggal bersih-bersih sedikit lagi. Tiba-tiba ada suara pintu diketuk.

“Siapa yang datang, ya?” tanya Bura pada dirinya sendiri.

Saat Bura membuka pintu, sudah ada Cendan, Seta, Hari, Tuan Lanlan, Bu Liba, dan banyak sekali penduduk hutan lainnya.

“Selamat ulang tahun Buraaaa…” teriak seluruh tamu saat Bura membuka pintu.

Bura kaget sekali. “Memangnya aku ulang tahun hari ini?” tanya Bura polos.

Semua tamu menggeleng-gelengkan kepala.

“Bura lupa lagi, yaa. Kan, kamu mengundang kami datang ke rumah siang ini karena kamu ulang tahun,” kata Tuan Lanlan.

“O, iya! Aku lupa,” kata Bura.

“Ah, Bura…..” kata seluruh tamu.

“Tapi tenang saja, aku sudah buat banyak makanan. Kita bisa makan siang sama-sama sesuai rencana,” kata Bura.

“Yaaaayy,” sorak semua tamu berbahagia.

“Nah, sebelum mulai makan, kami punya hadiah untuk Bura,” kata Seta, si semut hitam.

“Taraaaaa,” Hari mengeluarkan bungkusan kado yang cukup besar.

Bura membuka isinya. Sebuah papan tulis, lengkap dengan spidol warna-warni.

“Itu namanya papan pengingat. Supaya Bura bisa mencatat, hihihi,” kata Bu Liba, ibu lebah yang anggun.

Bura sangat bahagia. Ia berterima kasih pada seluruh teman-temannya yang datang dan begitu sayang padanya.

(Sumber: https://bobo.grid.id/read/083684521/dongeng-anak-bura-si-beruang-yang-sering-lupa-mendongenguntukcerdas?page=all)

 

2. Petualangan Mogi Si Tikus Tanah

Mogi adalah tikus tanah sangat penggugup. “Endus endus… “ katanya pada dirinya sendiri sambil menggerak-gerakkan hidungnya. “Aku bisa mencium aroma musim semi… Aku ingin lihat!” serunya girang.

Mogi memakai kacamatanya yang tebal. Penglihatannya memang kurang bagus pada siang hari. Pandangannya juga sering tertutup oleh moncongnya sendiri yang panjang.

Hari itu sangat cerah dan cantik. Musim semi telah datang. Sinar matahari memancar ke kacamata Mogi. “Hei, matahari!” protes Mogi. “Kamu jangan bikin aku silau!”

Mogi akhirnya memberanikan diri keluar dari lubangnya. Satu, dua, tiga langkah… Ah, kepala Mogi terasa pusing dan berputar. Namun, ia mencoba melihat ke langit biru dan burung-burung yang terbang di dekatnya. 

Tapi… crash! Mogi jatuh ke rumput lembut di rumpun bunga kuning yang semua basah sejak malam.

“Halo Mogi,” sapa bunga-bunga kuning.

Saat Mogi sudah berdiri lagi, ia menemukan dirinya ada di dekat aliran air tempat bebek-bebek berenang gembira.

“Halo bebek-bebek,” kata Mogi. “Ini sudah musim semi, lo,” kata Mogi.

“Kami tahu,” jawab para bebek berkwek kwek. “Telur kami sudah siap dierami.”

“Kuk kooo…kuk kooo…” Burung-burung cuckoo terbang kesana-kemari, bermain petak umpet.

Mogi berhenti menyapa karena ada banyak yang harus ia lakukan. Kini ia naik ke sebutir buah kelapa yang mengambang dan menjadikannya perahu. Mogi lalu mengikuti aliran air kecil.

Mogi tidak berlayar jauh ketika kelapa itu tersangkut di ilalang air.

“Tolooong… tolooong…” teriak Mogi ketakutan.

Seekor angsa liar kebetulan sedang berenang di dekat situ. Ia mendekat sehingga Mogi bisa melompat ke punggungnya. Angsa itu lalu berenang membawa Mogi ke tepi sungai.

Setiba di tepi sungai, Mogi melompat turun. Angsa itu memberi nasihat,

“Lebih baik kau berjalan kaki untuk ke sampai ke tujuan. Itu lebih aman daripada lewat lewat sungai sendirian…”

“Baiklah, aku janji. Terima kasih sudah menolongku,” kata Mogi gemetar.

Mogi kini merasa sangat lapar. Ia mulai mencari makanan. Ia tidak perlu mencari terlalu jauh, karena ada banyak makanan yang bisa ia pilih.

Saat sedang mencari makan, Mogi melihat burung-burung yang terbang di sekitarnya. Ia melihat dengan sedih,

“Andai saja aku bisa terbang bagai burung-burung. Aku ingin sekali merasakan terbang tinggi.”

Mogi lalu naik ke sebuah gundukan bukit kecil. Setiba di puncaknya, ia berteriak keras,

“Satu dua, tiga… Tubuhku… ayo, terbaaaang…” Mogi lalu melompat untuk terbang ke angkasa.

Akan tetapi… BRUK! Tubuh Mogi mendarat di tanah, lalu berguling-guling dan… BYURRR… tercebur ke kolam bebek.

Sekali lagi Mogi berteriak minta tolong. Ia tak suka berada di dalam air. Tubuhnya terasa dingin, basah dan aneh.

Tak lama kemudian, muncul seekor hedgehog. Ia mendorong sebatang dahan tumbuhan air ke arah Mogi. Tikus tanah itu langsung berpegangan di tumbuhan itu. Hedgehog itu lalu menarik tumbuhan itu ke darat.

Ketika tiba di tanah yang kering, Mogi mulai menangis dan berterima kasih pada Hedgehog.

Bajing yang baik hati datang mendekat. Ia memberi Mogi sebuah mahkota dari rangkaian bunga daisy. Katak yang ada di situ lalu bertepuk tangan ikut menghibur.

Seketika Mogi tersenyum lagi.

“Aku tak akan mencoba jadi pelaut, burung, atau apa pun juga,” katanya pada teman-temannya. “Sejak sekarang, aku akan senang menjadi tikus tanah walau mataku agak rabun untuk melihat…”

(Sumber: https://bobo.grid.id/read/083560990/dongeng-anak-petualangan-mogi-si-tikus-tanah-mendongenguntukcerdas?page=all)

 

3. Serigala yang Bodoh

Kisah ini terjadi ketika Billy, si kambing, menjadi seorang polisi, ayam jantan menjadi kepala penjara, dan Sang Elang tua menjadi raja dan memerintah dengan bijaksana.

Seekor serigala datang ke elang tua itu, membungkuk dengan hormat, lalu ia mengeluh, “Rajaku yang Mulia, aku sangat kelaparan sampai-sampai aku ingin menangis! Berikan aku sedikit makanan.”

“Kenapa aku harus menuruti perkataanmu? Lagipula, sebagai serigala, engkau bisa memburu makanan untuk dirimu sendiri.” Kata Elang.

“Tolonglah aku, Raja. Setidaknya, berikanlah aku saran, apa yang harus aku makan.” Mohon si serigala.

“Kamu lihat seekor anak kuda itu? Pergi, dan makanlah dia.” Perintah elang tua.

Si serigala berterimakasih kepada Sang Elang, lalu pergi untuk memakan anak kuda itu.

 “Aku akan menelanmu bulat-bulat, anak kuda yang malang!”

“Mengapa, e-engkau berkata seperti itu?” tanya anak kuda itu ketakutan.

“Raja memerintahkanku untuk melakukannya!”

“Bagaimana dia bisa memerintahkanmu seperti itu? Aku mempunyai cap yang Raja berikan langsung kepadaku, sehingga kamu tidak bisa memakanku.”

“Di mana cap itu?” tanya serigala.

“Di kaki belakangku.” Kata si anak kuda.

Serigala itu mulai memeriksa kaki belakang anak kuda. Ketika serigala itu mencarinya, anak kuda itu langsung menendang wajah serigala malang itu.

Ketika serigala itu telah sadar, anak kuda itu telah melarikan diri.

Serigala itu kembali kepada Sang Elang, “Rajaku yang Agung, aku sangat kelaparan, aku benar-benar ingin menangis! Berikanlah sesuatu untukku“.

“Tapi aku sudah mengizinkanmu untuk melahap anak kuda itu.” Kata si elang tua.

“Anak kuda itu sangat menyebalkan, ia menendang aku lalu melarikan diri.”

“Baiklah kalau begitu. Lahaplah kambing gunung itu, dia ada di sebelah sana.”

Serigala berterimakasih kepada si elang tua, lalu pergi menemui si kambing gunung.

“Hei, kambing gunung, aku akan menelanmu hidup-hidup!” teriak serigala.

“Mengapa engkau sangat ingin menelanku?”

“Raja memerintahkanku untuk melakukan demikian.”

“Baiklah, bagian mana yang ingin engkau telan terlebih dahulu, mulai dari kepala, atau dari ekor?”

“Aku tidak peduli, bagaimana menurutmu?”

“Lebih baik kamu memulai dari kepalaku. Baiklah aku akan memberitahumu, berdirilah tepat di depanku, dan aku akan masuk ke dalam mulutmu.”

Serigala itu lalu berdiri tepat di depannya, lalu membuka mulutnya. Kambing gunung itu lalu mengambil ancang-ancang, lalu berlari dengan sangat kencang ke arah serigala, dan menyeruduknya dengan tanduknya. Serigala itu terpental, dan jatuh ke dalam jurang.

Ketika serigala tersadar, ia lalu memanjat tebing jurang itu dengan cakarnya. Setelah ia sampai di atas, kambing gunung itu sudah melarikan diri. Serigala itu kembali kepada Sang Elang, lalu mengadu kepadanya, “Rajaku yang Mulia, aku masih sangat lapar! Tolong, berikanlah aku sedikit makanan!”

“Tapi, aku sudah mengizinkanmu untuk memakan kambing gunung itu.” Ujar Sang Elang.”

“Tapi, kambing gunung itu terlalu licik! Ia mendorongku ke dalam jurang dengan tanduknya!”

“Baiklah, telanlah seorang penjahit yang berada di sana. Tapi, janganlah kembali lagi kepadaku, atau aku akan memerintahkan Billy si polisi untuk memenjarakanmu!”

Serigala itu sekali lagi berterimakasih kepada Sang Elang, dan berjalan menemui si penjahit.

“Hai penjahit, aku akan menelanmu bulat-bulat!” teriak serigala.

“Mengapa engkau melakukan itu kepadaku!” kata si penjahit.

“Raja yang memerintahkanku.”

“Baiklah, itu tidak berarti untukku. Kemari dan cobalah telan aku, anjing kecil!”

“Hey, aku bukan anjing, aku serigala!” teriak serigala.

“Benarkah? Aku tidak tau kamu itu serigala. Untuk seukuranmu, engkau sangat kecil untuk seekor serigala. Coba datanglah kemari, sehingga aku bisa memastikan apakah engkau anjing atau serigala.

Serigala itu datang kepada si penjahit. Penjahit itu lalu mengelilingi si serigala, dari depan ke belakang.

“Ini tidak terlihat benar, ekormu tidak seharusnya berada di sini. Biarkan aku memotongnya!”

Sebelum serigala sempat bergerak, dengan cepat penjahit memotong ekornya dengan gunting, lalu berlari ke dalam hutan.

Serigala itu sangat marah, dan mulai melolong. Tapi, ke mana ia harus melangkah, sedangkan Sang Elang tidak ingin bertemu lagi dengan dirinya?

Lantas, serigala itu menemui saudaranya.

“Di mana kamu meletakkan ekormu, saudaraku?”

“Seorang penjahit menipuku dan memotong ekorku.”

Saudaranya begitu marah, mereka berdua lalu mengejar si penjahit itu di dalam hutan. Ketika penjahit itu melihat kedua serigala itu, ia berlari, lalu memanjat ke atas pohon. Kedua serigala itu berlari menyusul penjahit, dan berdiri di bawah pohon tempat penjahit itu bersembunyi.

“Turunlah kamu, penjahit! Kami akan menelanmu hidup-hidup, karena kamu telah memotong ekor saudaraku!” kata saudara serigala itu.

“Tidak, aku tidak akan turun! Kalianlah yang harus naik ke atas, apabila ingin menangkapku!” teriak si penjahit.

Kedua serigala itu melompat setinggi-tingginya dan mencoba memanjat pohon itu, namun usaha mereka sia-sia.

“Aku mempunyai ide, saudaraku. Kamu berdirilah di bawah pohon, dan kita akan saling menaikki punggung satu sama lain, sehingga kita bisa mencapai atas pohon, dan menangkap penjahit itu!” kata saudaranya.

Mereka lalu menjalankan rencana mereka. Saudara serigala itu mulai menaiki punggung si serigala tanpa ekor, dan serigala tanpa ekor lalu menaiki punggung saudaranya. Ketika mereka sudah mencapai atas dan mulai mendekati si penjahit, teriaklah si penjahit, “Datanglah, serigala yang lucu, aku akan memastikan letak kembali letak tubuhmu. Kali ini, kita lihat bagaimana posisi telingamu!” goda penjahit.

Mendengar hal itu, merindinglah serigala tanpa ekor itu, mengingat penjahit itu menghilangkan ekornya. Serigala tanpa ekor itu melompat dari pohon ketakutan, padahal ia sedang berada di bawah untuk menopang saudaranya, hingga terjatuhlah saudaranya ke bawah. Karena marah, dikejarlah serigala tanpa ekor itu oleh saudaranya.

Penjahit itu tertawa terbahak-bahak. Tanpa sadar, ia kehilangan keseimbangannya, lalu terjatuh dari atas pohon. Ia bangun, lalu pulang sambil tertawa puas.

Begitulah nasib dari serigala tanpa ekor. Ia berjalan, dan berjalan tanpa ekor hari ini. Ia tidak berani melapor pada Sang Elang, karena ia tidak tau apa yang harus dikatakan.

(Sumber: https://bobo.grid.id/read/081244355/dongeng-anak-serigala-yang-bodoh?page=2)

Baca juga: Perbedaan Fabel dan Legenda dari Ciri-cirinya, Jangan Tertukar!

 

4. Kucing Siam yang Sombong

Oleh: Arsip Majalah Bobo

Sinna adalah seekor kucing siam. Ketika ia masih kecil, ibunya pernah berkata, “Kau harus tahu, anakku… Kita ini keturunan kucing dari istana Raja Siam. Nenek moyang kita lahir dan tinggal di istana Raja Siam.”

Waktu itu, Sinna bertanya pada ibunya, “Bagaimana kalau ada yang tidak percaya, Bu?”

“Kalau ada yang tidak percaya, suruh saja mereka melihat ke matamu yang biru, titik cokelat tua di ekor dan kakimu, juga bulu kecoklatan yang halus. Itu adalah ciri-ciri kucing siam asli. Keturunan dari kucing bangsawan yang tinggal istana Raja Siam.” Begitu dulu penjelasan ibu Sinna.

Kini Sinna sudah dewasa. Ia tetap percaya kalau ia adalah kucing bangsawan. Dan itu membuat ia menjadi kucing yang sombong. Ia merasa dirinya lebih hebat dibanding kucing gemuk yang tinggal di sebelah rumahnya. Atau kucing oranye yang tinggal di seberang jalan.  

Setiap kali berjalan keluar gerbang rumahnya, Sinna tidak pernah menegur kucing-kucing tetangganya. Ia merasa kucing-kucing itu hanyalah kucing kampung. Tidak sehebat dirinya yang keturunan kucing dari istana Raja Siam.

Kucing-kucing lain tetangga Sinna, mulai kesal pada sikap Sinna.

“Kalau dia memang kucing bangsawan, harusnya dia tahu cara bersikap baik dan ramah. Harusnya dia tahu cara bersikap peduli pada kucing lain,” kata Abu si kucing abu-abu.

“Aku tidak percaya dia kucing bangsawan,” tawa Oren si kucing oranye. “Kalau dia dikejar anjing peking di jalan, dia pasti akan lari juga seperti kucing kampung lainnya. Aku yakin itu!”

“Ssst… lihat! Itu si King anjing peking baru keluar dari rumahnya…” bisik Abu pada Oren. Ia menunjuk ke arah jalan.

“Ssst… lihat! Itu si nona bangsawan juga baru keluar dari gerbang rumahnya,” bisik Oren sambil meringis.

“Kalau begitu, ayo kita panjat dinding. Kita lihat apa yang terjadi. Pasti ada kejadian seru! Hi hi hi…” tawa Abu.

Abu dan Oren lalu berlari dan melompat lincah sampai ke atas dinding pagar. Di atas dinding, mereka menunggu Sinna dan King bertemu di jalan.

“Guk guk guk…” terdengar gonggongan King si anjing peking.

Abu dan Oren rupanya tak perlu menunggu lama. Tontonan seru sudah ada di depan mereka.

“Guk guk guk…” gonggongan King terdengar semakin keras. Rupanya, kini King sudah berhadapan dengan Sinna. “Siapa kau?” seru King.

“Namaku Sinna. Aku kucing bangsawan. Nenek moyangku lahir di istana kerajaan Siam,” kata Sinna bangga sambil mengangkat punggungnya tinggi-tinggi. Matanya sayu, menatap King dengan meremehkan.

“Guk guk… lucu juga!” gonggong King si anjing peking. “Nenek moyangku juga lahir di istana kerajaan Cina. Jadi, itu membuat kita berdua keturunan bangsawan!” kata King.

“Oyaaa?” tanya Sinna masih dengan gaya sombong.

“Ya! Kita sama-sama bangsawan. Jadi, ayo, kita main bersama! Seperti yang dilakukan kucing dan anjing bangsawan lainnya!” seru King.

Tak menunggu lama, kedua hewan itu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan kucing dan anjing lainnya. King mengejar Sinna sampai Sinna lari terbirit-birit. Hilang semua kesombongannya.

Oren dan Abu hanya tersenyum melihat dari atas dinding.

“Sinna lari seperti kita saat dikejar anjing. Karena dia memang tidak lebih baik dibanding kucing kampung lainnya,” ujar Oren pelan.

(Sumber: https://bobo.grid.id/read/08966281/dongeng-anak-kucing-siam-yang-sombong?page=2)

 

5. Flik Tupai di Musim Kenari

Di sebuah pohon oak besar, di tepi sungai, tinggallah keluarga tupai. Pada musim gugur, ibu tupai berkata pada keempat anaknya, “Ini waktunya untuk mengumpulkan persediaan makanan musim dingin!”

“Kami akan pergi,” teriak anak tupai terbesar.

“Flik, ayo ikut! Lebih baik kamu menolong kami, daripada cuma bermain akrobat di dahan pohon!” seru anak tupai nomor dua pada adiknya.

“Tapi aku ini pemain akrobat hebat!” teriak Flik, si tupai paling kecil.

Beberapa kelinci dan burung-burung di dekat situ memberi semangat, “Flik hebat! Ayo, akrobat di pohon lagi!”

Flik semakin bersemangat. Ia kembali bersalto dan melompat dari dahan ke dahan. Ketiga kakaknya hanya menggeleng kepala dan pergi mencari kenari.

Sorenya, ketiga kakaknya pulang membawa kantong kenari. Mereka bergotong royong menaikkan kantong kenari ke atas pohon. Disitu ada lubang tempat penyimpanan makanan keluarga mereka.

“Flik tidak pernah membawa persediaan makanan apapun,” keluh ketiga kakaknya setiap pulang mencari kenari.

Flik memang lebih suka berakrobat, atau mendengarkan dongeng dari burung hantu. Atau mendengarkan lagu para jangkrik menyanyi.

“Kalian mengumpulkan kenari. Aku mengumpulkan lagu dan dongeng,” kata Flik santai. Ia memang belum pernah merasakan musim dingin. Ia tak percaya, kalau ada salju yang sangat dingin turun dari langit di musim salju.

Akhirnya, musim salju pun datang. Flik hampir tak percaya melihat salju putih dan sangat dingin turun dari langit. Ia bergelung di sarang sambil melahap buah-buah kenari.

“Saljunya berkilau sangat indah. Sayang, dingin sekali. Aku jadi malas keluar rumah,” kata Flik.

“Itu sebabnya, kau harus mengumpulkan persediaan makanan selama musim gugur. Supaya tidak perlu keluar rumah saat musim dingin tiba!” marah ketiga kakaknya.

“Sudah, jangan bertengkar. Flik kan baru kali ini merasakan musim salju,” kata ibu mereka menenangkan.

“Maafkan, aku Kak! Aku memang tidak ikut mengumpulkan kenari. Tapi, ayo, duduklah! Aku akan ceritakan dongeng yang aku kumpulan dari burung hantu tua!” kata Flik.

Malam itu, bulan tampak bulat. Cahayanya masuk ke dalam pohon tempat keluarga tupai itu tinggal. Semua tupai asyik mendengarkan dongeng Flik. Setelah selesai mendongeng, Flik berkata,

“Akan ku panggilkan teman-temanku untuk menghibur kalian,” kata Flik lagi. Tak lama kemudian, datanglah Pak Jangkrik membawa gitar, dan Pak Belalang membawa akordion.

Flik membaca puisi diiringi musik gitar dan akordion. Para kelinci menari mengikuti irama musik.

“Oo, ini seperti pesta yang indah, Flik!” puji ibunya. Ketiga kakaknya juga merasa sangat senang.

Flik gembira bisa membawa kebahagiaan di pohon tempat tinggalnya. Flik membuat mereka semua bisa melalui musim dingin dengan hati yang hangat.

Ketiga kakak Flik memaafkannya walau ia tidak ikut mengumpulkan kenari di musim itu. Namun di musim gugur berikutnya, tentu saja Flik berjanji akan ikut mencari kenari. Ia kini sudah tahu, seperti apa musim salju itu. Musim yang indah, tetapi sangat dingin.

(Sumber: https://bobo.grid.id/read/08967578/dongeng-anak-flik-tupai-di-musim-kenari?page=2)

 

6. Kancil dan Buaya

Alkisah, buaya dan kancil tinggal di wilayah yang sama. Sudah lama buaya mengincar kancil untuk dijadikan santapannya. Namun, kancil selalu bisa menghindari kejarannya. Ia adalah hewan yang banyak akal sehingga buaya selalu kesulitan untuk menangkapnya.

Meski selalu lolos dari kejaran buaya, namun lama-lama kancil merasa khawatir juga. Karena itu, ia pindah rumah ke daerah lain untuk menjauhi buaya. Ia tinggal di bawah sebuah pohon besar di hilir sungai. Awalnya buaya merasa bingung karena tidak melihat kancil di tempat biasanya. Maka ia pun mencarinya ke sana-kemari, bertanya kepada para hewan yang ditemuinya.

“Oh, kancil pindah ke pohon di dekat hilir sungai,” kata burung kecil yang ditanya oleh buaya. Tentu saja buaya senang mendengar informasi itu. Segera saja ia pergi ke tempat yang dimaksud oleh si burung. Ia sudah tidak sabar lagi untuk memburu si kancil.

Ia benar-benar merasa penasaran, ingin menikmati daging kancil yang sudah lama ia idam-idamkan. Setelah berhasil menemukan tempatnya, buaya pun pindah ke sana juga. Namun, kancil masih belum mengetahuinya.

Selama berhari-hari buaya mengawasi kancil. Ia mempelajari kebiasaan kancil seraya merancang strategi untuk menangkapnya. Dari pengamatannya itu, tahulah si buaya bahwa si kancil sering pergi ke sebuah pulau kecil yang ditumbuhi pohon-pohon apel di dekat tempat tinggal kancil. Untuk sampai ke sana, si kancil biasa menyeberang sungai dengan melompati beberapa batu besar yang ada di antara tempat tinggal kancil dengan pulau tersebut.

“Aku punya ide!” seru buaya. Ketika kancil pergi ke pulau kecil, buaya bersembunyi di balik batu di tengah sungai. Ia menunggu kancil melompat ke batu itu.

Hari itu kancil puas memakan buah-buahan yang ada di pulau kecil. Kemudian ia pun pulang dengan riang. Ia melompat dari sisi sungai ke batu-batu untuk sampai di rumahnya. Namun setibanya di  tengah sungai, ia melihat bayangan dari batu yang hendak di lompatinya tampak Iebih tinggi dari biasanya.

Akal cerdas si kancil Segera menangkap bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

“Jangan-jangan ada buaya di balik batu itu?” batin kancil, curiga. Setelah berpikir, ia berhasil mendapat akal. Ia berteriak ke arah batu, “Hai batu! Gimana kabarmu?”

Hening. Tidak ada jawaban. Kancil kemudian bertanya lagi. “Ada apa batu sahabatku? Biasanya kau menjawab sapaanku.”

“Oh, jadi biasanya batu ini berbicara?” batin Buaya yang sedang berdiam diri di batu itu. “Kalau begitu aku harus pura-pura menjawabnya supaya kancil tidak curiga.”

“Halo juga, kancil,” jawab buaya.

Kancil terkikik dalam hati melihat kebodohan buaya. Lantas ia berkata, “Jadi kau ada di situ ya, Buaya? Tak kusangka, kau mengejarku sampai ke sini.”

Buaya kaget. Rupanya penyamarannya sudah ketahuan. Sadarlah ia bahwa kancil telah mengakalinya. Ia benar-benar kesal dengan kebodohannya sendiri.

“Ya, aku mengejarmu ke sini karena ingin memakanmu!” sahut buaya, jengkel.

berikutnya. “Bukalah mulutmu lebar-lebar agar aku bisa melompat ke dalamnya.”

Kancil benar-benar cerdik. Ia tahu bahwa mata buaya akan tertutup saat buaya membuka mulutnya lebar-lebar. Dan sesaat setelah buaya membuka mulutnya, kancil segera melompat ke atas kepala buaya, lalu melompati batu batu lainnya dengan lincah, dan setelah tiba di tepi sungai segera memanjat pohon besar tempat tinggalnya.

Lagi-lagi selamatlah kancil dari kejaran buaya. Itu semua berkat kecerdasannya yang jauh melampaui buaya. Sementara buaya terpaksa gigit jari karena lagi-lagi gagal menangkap kancil yang sudah lama diincarnya.

(Sumber: https://dongengceritarakyat.com/cerita-fabel-dongeng-si-kancil-dan-buaya/)

Baca juga: Apa sih Hikayat Itu? Yuk Kenali Karakteristik, Jenis & Contohnya

 

7. Jati Diri Si Elang

Di suatu desa, hidup seorang petani rajin yang sedang memanen buah kopi. Di tengah aktivitasnya memanen tersebut, tidak disangka ia menemukan sebuah sarang burung di atas pohon kopi.

Petani tersebut kemudian memanjat pohon kopi tempat sarang itu berada. Di sana, ia menemukan beberapa butir telur burung elang yang masih hangat. Petani tersebut menyimpulkan bahwa kemungkinan telur burung elang tersebut sedang dierami oleh induknya.

Hanya saja petani tidak menemukan dimana induk elang tersebut. Akhirnya, satu telur elang diambil dan dibawanya pulang. Di rumah petani, telur elang tersebut diletakkan di kandang ayam. Kebetulan, ayam – ayam petani juga sedang bertelur dan beberapa telur ayam ada yang sudah waktunya menetas. Beberapa hari kemudian, telur elang tersebut ternyata menetas bersamaan dengan menetasnya beberapa telur ayam.

Anak elang pun lahir, begitu juga dengan beberapa anak ayam. Karena menetas di tempat yang sama dengan anak ayam, anak elang dianggap oleh induk ayam sebagai anaknya. Anak elang tersebut diperlakukan sama oleh induk ayam dengan anak – anak ayam yang lain, tidak ada yang dibedakan.

Mereka diberi makan yang sama, diajari cara berjalan yang sama, diberi tempat berteduh yang sama, dilindungi dari hewan lain dengan adil dan rata. Semuanya diperlakukan sama oleh induk ayam yang adil tersebut.

Meski sebenarnya, induk ayam juga sadar bahwa ada yang berbeda dengan salah satu anak yang dirawatnya tersebut jika dibandingkan dengan anak – anaknya yang lain.

Hari pun berlalu, anak elang yang dirawat oleh induk ayam tumbuh besar. Ia menyadari tubuhnya berbeda dengan saudaranya yang lain karena ia tumbuh terlalu tinggi.

Hingga suatu hari, salah satu anak ayam yang dianggap saudara oleh anak elang tersebut bertanya, “Hai saudaraku, kenapa kamu begitu besar sementara aku masih saja sekecil ini?”

Anak elang menjawab, “Aku juga tidak tahu mengapa aku berbeda”.

“Apakah kamu bisa terbang? Sepertinya kamu punya sayap”. Tanya anak ayam lagi.

Anak elang menjawab, “Aku tidak bisa terbang. Kamu sendiri tahu bahwa ibu selalu mengajariku cara berjalan seperti kalian. Jika aku diajari cara berjalan, bagaimana caranya aku bisa terbang secara tiba – tiba tanpa ada yang memberi tahu aku cara terbang?”.

Anak elang pun menggumam, “Seandainya aku bisa terbang aku pasti bisa mengambil makanan yang berada di atas pohon sana, sayangnya aku bukan burung yang bisa terbang.” Anak elang yang dirawat oleh induk ayam itu sedang meratapi nasib.

Sadar bahwa salah satu anaknya sedih, induk ayam mendekat. “Hai anakku, mengapa kau bersedih?”

Anak elang menjawab, “Ibu, aku berbeda dengan saudaraku. Tubuhku terlalu besar tapi kemampuanku masih begini – begini saja.”

Induk ayam menjawab, “Mungkin kamu berbeda, tapi ibu menyayangimu sama seperti saudaramu yang lain. Lalu apa yang kau inginkan sekarang?”

“Aku ingin terbang ibu, sepertinya aku punya sayap. Tapi aku tidak bisa menggunakannya.”

Induk ayam pun memberi nasihat, “Mungkin kamu bukan tidak bisa, tapi kamu belum pernah melakukannya”.

Sadar bahwa ucapan induk ayam ada benarnya, anak elang pun mulai berlatih untuk terbang. “Aku ingin jadi elang!” tekadnya menyemangati diri sendiri.

Beberapa bulan berlatih, anak elang itu pun bisa terbang. Ia sangat senang. Saudara – saudaranya juga turut senang dengan kemampuan anak elang yang meningkat drastis. Pun begitu dengan induk ayam yang menganggap anak elang itu sebagai anaknya sendiri, ia merasa sangat bangga.

Anak elang pun bisa terbang bebas di udara dan menikmati hidupnya dengan sayap yang dimilikinya. Meski begitu, ia tidak sombong dan tetap merangkul semua saudara yang selama ini tinggal bersamanya. Anak elang juga masih patuh dan menghormati induk ayam yang sedari lahir ia anggap sebagai ibunya karena anak elang memang tidak tahu siapa ia sebenarnya.

 (Sumber: https://dongengceritarakyat.com/dongeng-elang-dan-ayam/)

 

8. Gajah Si Pemarah 

Di sebuah hutan, hidup seekor semut kecil dan seekor gajah yang bertubuh besar. Gajah bertubuh besar tersebut sangat kuat dan dikenal sebagai hewan yang pemarah. Karena merasa badannya besar, ia pun seringkali meremehkan hewan lain di hutan yang memiliki badan kecil.

Semut kecil pun tak luput menjadi incaran gajah untuk diremehkan. Setiap kali gajah bertemu dengan semut di jalan, Gajah selalu mengganggu semut dan keluarganya entah gangguannya itu dalam bentuk perkataan atau pun tindakan.

Meski suka menjadi bahan ejekan dan hinaan dari penghuni hutan lainnya, utamanya Gajah, semut tak pernah gentar. Ia selalu bersikap biasa dan bekerja keras setiap hari. Semut tidak pernah malas.

Suatu pagi yang cerah, ketika semut dan keluarganya hendak mencari makan, tiba – tiba saja Gajah menyemprotkan air dari belalainya ke arah keluarga semut. Kejadian ini tentu saja membuat semut dan keluarganya menangis.

Semut pun bertanya, “Hei Gajah! Ada apa dengan kamu? Mengapa kamu selalu menyusahkan aku dan keluargaku?”

Melihat semut menangis, Gajah semakin murka dan tidak terima. Ia berkata, “Hei semut, jangan cengeng kau! Berhentilah menangis atau aku yang akan menghancurkan kamu sampai mati!”.

Semut dan keluarganya pun diam dan berhenti menangis. Namun mereka memutuskan untuk memberi pelajaran kepada gajah.

Keesokan harinya, ketika semut akan bekerja, semut mengajak keluarganya untuk menaiki punggung gajah dari belakang. Sesampainya di atas, ia pun masuk ke dalam belalai gajah dan mulai menggigitinya.

Tentu saja, gajah geli dan merasa kesakitan terlebih rombongan semut yang menggigit belalainya itu sangat kompak.

Gajah pun berteriak, “Ahh, berhenti! Itu menyakitkan!”

Gajah bahkan mencoba segala cara yang ia bisa untuk menghentikan gigitan semut dan keluarganya, hanya saja apapun cara yang Gajah coba lakukan tetap tidak berhasil menghentikan gigitan semut dan keluarganya.

Akhirnya gajah pun meminta maaf atas apa yang pernah ia lakukan kepada semut dan keluarganya. Semut pun menjawab, “Baiklah, aku akan berhenti. Bagaimana? Sekarang kamu sudah tahu bukan bagaimana rasanya disakiti?”

Sejak saat itu, gajah berjanji untuk tidak akan mengganggu makhluk apapun di hutan. Akhirnya, hewan kecil di hutan yang dulunya sering dibully oleh Gajah sekarang bisa hidup di hutan dengan tenang dan damai termasuk semut dan keluarganya.

(Sumber: https://dongengceritarakyat.com/dongeng-gajah-dan-semut/)

 

9. Raja Hutan dan Penolongnya

Di dalam sebuah hutan rimba, hiduplah seekor singa bertubuh besar dan kuat. Ia sangat perkasa sehingga para penghuni hutan takut padanya. Para hewan menganggapnya sebagai Raja Hutan, namun tabiat singa ini sangat buruk. Tak ada satupun hewan di hutan yang menyukainya, tapi terlalu takut untuk melawan.

Pada suatu hari, matahari siang bersinar cerah dan angin sepoi-sepoi, Si Raja Hutan tidur pulas di bawah pohon rindang. Semua penduduk hutan kala itu sedang istirahat, hutan tampak sepi, namun tidak demikian dengan Miki, seekor tikus berwarna abu-abu. Miki sedang asyik berkeliaran di tengah hutan, Ia mencari makan sambil bersenandung riang.

Karena keasyikan, tanpa Ia sadari sudah berjalan terlalu jauh ke dalam hutan. Sadar dirinya sudah jauh dari rumah, Miki memutuskan balik arah. Tapi nasib sial, Ia justru tersesat dan berkeliling hutan tanpa tau arah. Karena berlarian kesana kemari, tikus malang ini menabrak tubuh singa yang sedang tidur.

Hal itu membuat Sang Raja Hutan terbangun dan merasa kesal karena tidurnya terganggu. Si singa mengaum keras dan menangkap tikus dengan kuku-kukunya yang tajam. “Kena kau! Berani-beraninya kau tikus kecil mengganggu tidurku!” amuk hewan galak itu.

“Ma…Ma…Maafkan aku Tuan, jangan maka aku,” jawab Miki dengan terbata-bata.

“Tidak mudah mendapatkan maafku tikus kecil. Aku ini Raja Hutan, dan kau telah mengganggu tidurku. Hmmm… Apa aku menjadikanmu makan malam saja? Hahaha,” singa tertawa dengan jahatnya.

“Mohon ampun tuan, jangan makan aku. Aku kurus, dagingku tidak enak rasanya,” elak si tikus. Miki terus mencari akal untuk melepaskan diri dari cengkraman Sang Raja Hutan. Di tengah ciut nyalinya tikus ini mengumpulkan keberanian.

“Lepaskan aku Raja Hutan yang baik hati, kelak aku akan membalas kebaikanmu.” Mendengar ucapan tikus, si singa tertawa terbahak-bahak. Ia pikir tidak mungkin seekor hewan kecil bisa menolong Sang Raja Hutan. Sambil melepaskan cengkraman pada tikus, Miki mengambil kesempatan berlari secepat mungkin.

Sejak kejadian itu, tikus dan singa belum pernah bertemu lagi. Namun suatu hari saat Miki asyik berjalan-jalan di hutan, Ia mendengar suara auman keras dari kejauhan. Tikus abu-abu ini penasaran dan mencari asal suara. Hingga Ia menemukan singa terperangkap dalam jaring pemburu binatang.

Dengan sigap, tikus kecil menggigit tali-tali jaring hingga terputus. Akhirnya, Sang Raja Hutan terbebas dari perangkap pemburu tersebut. Sejak saat itu sifat singa berubah, Ia ramah kepada semua penduduk hutan dan bersahabat baik dengan Miki, si tikus kecil.

(Sumber: https://dongengceritarakyat.com/fabel-sang-raja-hutan-dan-tikus-penolong/)

Baca juga: Perbedaan Buku Fiksi & Non Fiksi dari Ciri, Struktur, serta Contoh

 

10. Persahabatan Empat Kerbau

Alkisah di hutan belantara, di antara banyaknya binatang, ada empat ekor kerbau yang bersahabat. Persahabatan mereka telah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, bahkan di saat mereka masih kecil. Pada setiap harinya, mereka akan berjalan bersama-sama dengan ekor yang saling terikat untuk mencari makan ataupun sekadar bermain bersama.

Bukan hanya ada binatang yang bersahabat, hutan dengan pohon-pohon yang besar itu juga dihuni oleh seorang serigala yang diam-diam sering menerkam binatang yang tampak lemah.

Pada suatu hari, dari kejauhan, serigala mengamati empat ekor kerbau tersebut saat mereka tengah mengumpulkan rumput untuk disantap. Dari kejauhan itu, serigala sangat tergoda untuk memangsa mereka satu per satu. Namun, hal itu tampak sulit jika mereka selalu bersama. Bisa saja mereka malah memberontak dan membuat serigala kehabisan tenaga.

Serigala memutuskan untuk menunggu waktu yang tepat. Dia berencana menunggu keempat kerbau itu berpisah.

Penantian serigala tidak sia-sia karena pada suatu hari keempat kerbau bertengkar. Kerbau pertama ingin mencari makanan untuk hari ini di atas bukit yang tidak jauh dari hutan, sayangnya kerbau kedua menginginkan hal yang berbeda. Ia ingin mencari makanan di kebun yang ada di bagian timur hutan.

Dua kerbau lainnya berusaha untuk melerai pertengkaran kerbau pertama dan kerbau kedua. Namun, usaha itu sia-sia karena tidak ada satupun di antara mereka yang hendak mengalah.

“Jika kalian tidak ingin ikut denganku, biar aku sendirian saja yang pergi menuju bukit itu.” Kerbau pertama memutuskan untuk meninggalkan ketiga temannya yang lain.

“Jika serigala datang bagaimana?” ucap kerbau ketiga.

“Aku tidak takut dengan serigala.” Sambil menahan kesal karena temannya tidak ingin mengikuti keinginannya, kerbau pertama pergi sendirian ke arah bukit.

Hal yang tidak jauh berbeda juga dilakukan dengan kerbau kedua. Karena kesal dengan kerbau ketiga dan keempat yang juga tidak mau mencari makanan di kebun, kerbau kedua memutuskan untuk pergi sendiri.

Serigala tersenyum puas melihat pertengkaran tersebut. Dia terlebih dahulu menyusul kerbau pertama dan menerkam kerbau itu hidup-hidup.  Ternyata, serigala belum merasa kenyang dan puas, ia beralih menerkam kerbau kedua yang tengah asik memakan rumput di kebun.

Menjelang malam hari, kerbau ketiga dan keempat mengkhawatirkan kedua sahabat mereka. Keduanya pun sepakat untuk mencari kerbau pertama dan kerbau kedua.

Pencarian itu berakhir sia-sia ketika kelinci menemui keduanya dan memberitahukan nasib malang kerbau pertama dan kerbau kedua. “Kalian tidak perlu mencari mereka. Keduanya telah dimakan oleh serigala. Aku melihat hanya tanduk mereka yang tersisa.” ujar kelinci.

Kerbau ketiga dan kerbau keempat sangat bersedih dan berjanji tidak akan meninggalkan satu sama lain.

(Sumber: https://kumparan.com/mama-rempong/cerita-fabel-pendek-persahabatan-empat-kerbau-1vulC70vXBD/full)

 

Contoh Cerita Fabel Bahasa Inggris

Bukan cuma di Indonesia, fabel juga bisa kamu temui dalam bahasa Inggris. Bahkan, ceritanya bisa lebih singkat lho. Berikut contoh cerita fabel singkat bahasa Inggris:

11. The Rabbit and The Turtle 

One day a rabbit was boasting about how fast he could run. He was laughing at the turtle for being so slow. Much to the rabbit’s surprise, the turtle challenged him to a race. The rabbit thought this was a good joke and accepted the challenge. The fox was to be the umpire of the race. As the race began, the rabbit raced way ahead of the turtle, just like everyone thought.

The rabbit got to the halfway point and could not see the turtle anywhere. He was hot and tired and decided to stop and take a short nap. Even if the turtle passed him, he would be able to race to the finish line ahead of him. All this time the turtle kept walking step by step by step. He never quit no matter how hot or tired he got. He just kept going.

However, the rabbit slept longer than he had thought and woke up. He could not see the turtle anywhere! He went at full speed to the finish line but found the turtle there waiting for him.

(Sumber: https://www.moralstories.org/the-rabbit-and-the-turtle/)

 

12. The Crow and The Fox

Early one morning, a fox is walking through the woods. He is hungry, and he is looking for something to eat. He sees a crow sitting on the highest branch of a tree. The crow has a piece of cheese in her beak. 

“Mmm… I love cheese!” thinks the fox. “I think I’ve found my breakfast! But how can I get the cheese?”

He thinks and he thinks. Then he has a clever idea. “I will make her talk!”

He sits at the bottom of the tree and looks up at the crow. 

“Good morning, Miss Crow!” he says. “It’s a lovely day, isn’t it?”

The crow looks down at the fox. She says nothing.

“I said, good morning! Did you hear me?” says the fox. “Maybe you can’t hear me up there.”

The crow is suspicious. She holds the cheese tightly in her beak and says nothing. 

“Hmm. This is not so easy,” thinks the fox. But he doesn’t give up. He smiles at the crow.

“You know…  you really are the most beautiful bird,” he says. “Your feathers are so shiny! Your eyes are so intelligent! Your beak is so…umm…  pointy! Everything about you is perfect!”

Still, the crow says nothing.

So the fox says: “Tell me, Miss Crow…  is your voice also magnificent? I hear that you have the most wonderful voice. Please sing for me! Just one song! Then I can tell everyone you really are the most incredible bird — the queen of all birds, in fact!”

This makes the crow feel good. She wants everyone to know she has a wonderful voice. She wants everyone to know that she is the queen of all birds. 

She smiles a little smile. Then she smiles a big smile. Then she opens her mouth to sing her best song for the fox. And… plop! The cheese drops out of her beak and falls straight into the mouth of the fox. He swallows it in one gulp.

“Mmmmm. Thank you for the delicious breakfast, Miss Crow!” laughs the fox as he walks away. “Have a lovely day!” 

(Sumber: https://www.thefablecottage.com/fables/the-fox-and-the-crow)

 

13. The Little Red Hen 

This is a story about a little red hen.

The little red hen lives on a farm. She works hard all day long: She pecks the ground. She looks for worms. She sits in a bush. And sometimes… She lays an egg.

The little red hen has three friends: a cat, a dog, and a horse. These animals don’t work hard at all.

The cat likes to sleep in the sun. The dog likes to sleep in the shade. And the horse likes to watch TV all day long.

One day the little red hen sees a raspberry bush.

“Raspberries!” she squeals. “Yum yum yum! We can make a raspberry cake!”

The little red hen runs to tell her friends.

“Guys! There are raspberries over there! We can make a raspberry cake!”

The dog drools. “Yes!!”

The cat licks her lips. “Absolutely!”

The horse flicks his tail.  “What a great idea!”

“So… who wants to help me pick the raspberries?” asks the little red hen.

“Not me,” says the dog, “I’m too busy.”

“Not me,” says the cat, “I’m too tired.”

“Not me,” says the horse, “I’m watching TV.”

“Then I will do it myself,” says the little red hen. So she picks the berries, one by one, all by herself. 

“Ok, now we need flour, and sugar, and milk, and butter,” says the little red hen. “Who wants to help me get them?”

“Not me,” says the dog, “I’m too busy.”

“Not me,” says the cat, “I’m too tired.”

“Not me,” says the horse, “I’m watching TV.”

“Then I will do it myself,” says the little red hen. She goes all the way to the pantry and gets the flour and the sugar. She goes all the way to the fridge and gets the butter and the milk. 

Then she puts everything together into a big bowl, all by herself. 

“Who wants to help me mix the cake batter?” asks the little red hen.

“Not me,” says the dog, “I’m too busy.”

“Not me,” says the cat, “I’m too tired.”

“Not me,” says the horse, “I’m watching TV.”

“Then I will do it myself!” says the little red hen. She mixes the batter until it is smooth and creamy. Then she gently stirs through the raspberries.

She pours the batter into a cake tin. Then she puts it in the oven. All by herself. 

(Tick tock, tick tock)

Soon there is a delicious smell coming from the kitchen. The dog can smell it. The cat can smell it. The horse can smell it too. They all rush to the kitchen. 

The little red hen takes the cake from the oven. She puts it on a plate and sprinkles it with sugar. 

“So… Who wants to help me eat this cake?” asks the little red hen.

“Me!” says the dog.

“Me!”  says the cat.

“Me!” says the horse. 

“I don’t think so,” says the little red hen. “You would not help me make this cake…  so you will not help me eat it.” 

She runs away with the cake and eats every last crumb. All by herself. 

(Sumber: https://www.thefablecottage.com/fables/the-little-red-hen )

Baca juga: Contoh Proposal Kegiatan, Siap Bikin Event Besar-Besaran!

 

14. The Bird and The Whale 

Once there was a bird who fell in love with a whale. And a whale who fell in love with a bird.

The bird loved the whale’s beautiful smile. He loved the way she swam through the water so gracefully. The whale loved the bird’s handsome white feathers. She loved to watch him soar through the sky. And they both loved to eat lots of tiny fish.

All summer, the bird and the whale met in the bay. They talked and talked. They talked about the moon, and the tides, and the ships in the ocean. The bird told jokes and made the whale laugh. The whale sang beautiful songs that made the bird cry (even though he didn’t know why).

“One day, you could meet my family in the ocean,” said the whale.

“And you could meet my friends on the land,” said the bird.

Everything was perfect.

But the world does not stop turning just because a bird and whale fall in love. Summer turned into autumn, and autumn turned into winter. The ocean turned cold, and all the other whales left for warmer waters.

“Come with me to warmer waters,” said the whale. “It’s a wonderful place. It’s always warm, and there are so many fish to eat.”

“I love to eat fish,” said the bird. “And I love you. I will follow you anywhere. But first, teach me to be a whale?”

“Like this!” said the whale, “follow me!”, and she dived deep into the water.

“OK!” said the bird, and he also dived deep into the water.

Deeper and deeper he went. “I’m swimming!” he laughed.  “I’m a whale!” But soon he couldn’t breathe. He returned to the surface, gasping.

He tried and tried and tried again, but he ran out of breath every time.

“I don’t think a bird can become a whale,” said the bird. “Come with me instead. I live up on the cliffs. It is a wonderful place. It’s warm and cozy, and every morning you can watch the sun rise.”

“I love to watch the sun rise,” said the whale. “And I love you. I will follow you anywhere. But first, teach me to be a bird?”

“Like this!” said the bird. “Follow me!”, and he flapped his wings and soared into the sky.

“OK!” said the whale. She squeezed her eyes shut and flapped her fins, just like the bird. She flapped and flapped, up and down. Water splashed everywhere. “I’m flying!” she laughed. “I’m a bird!”  

But when she opened her eyes, she wasn’t soaring in the sky. She was still in the water.

She tried and tried and tried again, but she could not fly.

“I don’t think a whale can become a bird,” said the whale.

“But if you can’t fly, and I can’t swim, where can we live together?” said the bird.

“We will stay here — in the waves!” said the whale.

But the bird shook his head sadly.

“You love to swim deep in the ocean,” he said. That is your favorite thing to do. You would never be happy here.”

The whale sighed.

“And you love to fly and soar into the sky,” she said. “That is your favorite thing to do. You would never be happy here either.”

And so, because the bird and whale loved each other so much, they said goodbye.

But they never forgot each other. Every time the whale saw a bird flying high in the sky, she thought of her bird. She hoped he was enjoying the skies — just like that.

And every time the bird saw a whale diving deep in the ocean, he thought of his whale. He hoped she was enjoying the ocean — just like that.

(Sumber: https://www.thefablecottage.com/fables/the-bird-and-the-whale)

 

15. The Dog and His Bone 

A dog is walking down the street, when he sees a bone in a trash can.

“A bone! Yippee! How lucky for me!” he thinks. He grabs the bone, and happily runs home.

He runs past the train station and the school. He runs through the park. He runs onto a bridge.

On the bridge, the dog looks down into the deep, still water below. There, he sees another dog with a bone in its mouth. 

“Who is that dog?” he wonders. “What is he doing down there?”

The dog stares at the other dog. The other dog stares back.

“Where did that dog get such a BIG bone?” the dog wonders. “Why is his bone bigger than mine?”

The dog growls at the other dog. The other dog growls too.

“I want that big bone!” he thinks. 

The greedy dog decides to steal the other dog’s bone. He leaps off the bridge and into the water. Splash! 

But as soon as he hits the water, the other dog disappears. There was never any other dog. It was just his own reflection!

The water is very deep and the dog is surprised. 

“Woof woof woof! Help!” he barks. 

And when he barks, his bone drops from his mouth — and sinks to the bottom of the water. 

The dog swims to shore. He is wet and cold, and now he has no bones at all.

(Sumber: https://www.thefablecottage.com/fables/the-dog-and-his-bone)

Dari cerita fabel hewan di atas, mana yang jadi favoritmu? Kamu juga bisa lho membuat cerita fabel pendek sendiri, karena tidak ada aturan baku terkait proses penulisannya. Yang terpenting, cerita yang kamu buat mengandung nilai-nilai positif yang dapat dijadikan pelajaran.

Sampai sini, masih ada yang ingin kamu tanyakan nggak nih? Kalau iya, tanyain langsung ke Master Teacher Bahasa Indonesia di Brain Academy ya! Ada online live class atau offline class dengan lebih dari 200 cabang di Indonesia. Coba gratis dulu yuk sebelum daftar~

Brain Academy Center

Salsabila Nanda