Apa Itu Unsur Ekstrinsik Cerpen? Ini Contoh Analisisnya
Unsur ekstrinsik merupakan unsur pembangun cerpen yang berasal dari luar cerita. Apa saja? Yuk, simak penjelasan dan contoh analisisnya!
—
Sebelumnya, kita telah mempelajari unsur intrinsik dalam cerpen. Masih ingat? Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun cerita dari dalam, seperti tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, serta amanat. Unsur-unsur ini berperan penting dalam membentuk keseluruhan cerita dan menyampaikan pesan kepada pembaca.
Nah, selain unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang juga memengaruhi sebuah cerpen. Unsur ekstrinsik adalah faktor-faktor dari luar cerita yang berpengaruh terhadap isi cerpen. Apa saja unsur-unsurnya? Yuk, simak penjelasan dan contoh analisisnya berikut ini!
Unsur-Unsur Ekstrinsik Cerpen
Unsur ekstrinsik cerpen adalah unsur di luar cerita tapi turut membentuk cerita pendek itu sendiri. Unsur ini merupakan bagian penting bagi pengarang dalam membuat cerita. Berikut adalah unsur ekstrinsik cerpen yaitu:
1. Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang masyarakat adalah unsur yang mengacu pada kehidupan masyarakat saat cerpen ditulis, seperti kebiasaan, budaya, kondisi politik, ekonomi, dan situasi sosial. Unsur ini dapat memengaruhi cerita, tema, tokoh, karakter, dan plot.
Misalnya, cerita pendek dengan latar kehidupan di masa perang pasti memiliki perbedaan yang signifikan dengan cerita di zaman modern. Cerita dengan latar masa perang biasanya menggambarkan perjuangan, ketegangan dan penderitaan. Sementara cerita di zaman modern lebih beragam, bisa tentang kehidupan sehari-hari, teknologi, kisah cinta, atau masalah sosial yang lebih sesuai dengan masa kini.
Baca juga: Contoh Cerpen Singkat Berbagai Tema yang Seru Dibaca
2. Latar Belakang Pengarang
Unsur ekstrinsik selanjutnya adalah latar belakang pengarang. Unsur ini mengacu pada informasi penulisnya seperti pengalaman hidup, pendidikan, dan lingkungan penulis yang bisa ikut memengaruhi isi cerpen.
Misanya, jika penulis seorang yang tumbuh di desa, ia mungkin lebih sering menulis cerita tentang kehidupan di desa karena lebih akrab dengan suasananya. Dan penulis yang hidup di kota besar, mungkin akan menulis cerita tentang hiruk pikuk kehidupan perkotaan, seperti kesibukan kerja atau kemacetan.
3. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Cerpen
Unsur ekstrinsik terakhir adalah nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen. Nilai-nilai ini terdiri atas nilai agama, sosial, moral, dan budaya. Ini penjelasan lengkapnya:
a. Nilai Agama
Nilai agama adalah nilai yang berkaitan dengan ajaran agama. Misalnya, cerita yang mengajarkan pentingnya beribadah, berdoa, atau berbuat baik.
b. Nilai Sosial
Nilai sosial berkaitan dengan hubungan antar manusia, seperti sikap saling membantu dan menghormati sesama. Dalam cerpen, nilai ini bisa terlihat dari interaksi dengan tokoh lain, lingkungan, dan masyarakat sekitar.
c. Nilai Moral
Nilai moral adalah nilai yang terkandung dalam cerpen dan berkaitan dengan akhlak atau etika yang berlaku dalam masyarakat. Nilai moral mengajarkan tentang sikap baik dan buruk. Misalnya akibat dari berbohong dan pentingnya bersikap jujur.
d. Nilai Budaya
Terakhir, nilai budaya. Nilai ini berkaitan dengan nilai-nilai kebiasaan, tradisi, dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat yang diceritakan dalam cerpen. Misalnya, upacara adat, pernikahan, tradisi, atau makanan khas dalam cerita.
Baca juga: Pengertian Puisi, Ciri, Struktur, Unsur dan Contohnya
Contoh Analisis Unsur Ekstrinsik dalam Cerpen
Beras Aking
Karya: Ayu Pangestu
“Ini pilihanku! Aku harus menjalankan usaha beras aking ini!” tekadku tegas dalam hati. Ya, aku tak mungkin menutup usahaku ini, yang sudah berjalan hampir satu tahun. Usaha yang tidak membawa keuntungan banyak, tapi ada kebanggaan di hati. Itu karena pembeli beras akingku adalah masyarakat miskin yang tidak mampu lagi membeli beras yang harganya sudah menggila, sementara cacing di perut terus menuntut atas kelaparannya. Dan usahaku ini adalah solusi untuk mereka dan cacing itu. Ya, makan nasi aking adalah sebuah pilihan rakyat miskin untuk tetap hidup.
Aku tahu abah tidak suka dengan usahaku ini. Permasalahannya karena keuntungan yang aku peroleh kurang dari cukup. Untuk bisa membahagiakan bapak dan ibu saja tidak bisa. Padahal mereka ingin kalau aku, kelak nanti bisa membiayai mereka pergi haji.
“Bapak menyekolahkan kamu jauh-jauh, mahal, dengan usaha mati-matian, sampai ngutang, supaya kamu bisa dapat kerja yang mapan,” ujar bapak saat aku baru saja lulus dan baru satu bulan menjalankan usahaku.
Aku diam saat itu. Jujur, aku bingung bagaimana menjawabnya. Bapak yang hanya seorang petani garapan dan peternak, selama ini membiayaiku dengan upah hasil menggarap sawah orang dan menjual hasil ternak kambingnya yang jumlahnya mencapai tiga belasan. Kini di kandang tinggal seekor sapi dan tiga kambing yang masih tersisa. Biaya kuliah ku di Jakarta memang berat, walaupun aku kuliah di kampus negeri, tetap saja berat. Titel ku sebagai sarjana komunikasi pun tidak ada gunanya saat ini.
Demi mengisi hari-hariku di kampung, aku beranikan diri untuk membuka usaha beras aking, dari modal tabunganku semasa kuliah, hasil membantu Jhon teman kuliahku yang membuka usaha warung “Pecel Lele.” Jhon adalah satu dari beberapa mahasiswa yang kuliah sambil berwiraswasta, aku kagum dengan dirinya. Dan sebetulnya niatku membuka usaha beras akingku ini selain melihat kondisi rakyat miskin yang kelaparan, juga karena Jhon yang memotivasiku dalam berwiraswasta.
Aku mulai memburu nasi aking mulai pukul tujuh pagi selepas Dhuha. Mobil pick-up milik abah peninggalan dari kakek, aku gunakan untuk melancarkan usahaku. Targetku adalah pedagang makanan yang biasa mangkal di Pasar Rawu, Pasar Lama, Pasar Ciruas, beberapa kantin di kampus-kampus Serang, warung makan, dan rumah makan Padang. Aku bayar mereka tiga ratus rupiah untuk satu ember nasi aking yang aku dapatkan.
Senja aku pulang, dan segera merendam nasi aking itu dalam baskom besar, emak sudah menyiapkan sebelum aku datang. Esok paginya, baru nasi aking dipisahkan dari lauk-pauknya seperti sambal, sayuran, tempe-tahu, dan tulang-tulang. Setelah bersih, baru ditiriskan dan dijemur, digelar tipis-tipis di nyiru yang diletakkan di para-para bambu rendah.
Aroma busuk masih bau. Setelah nasi aking kering kerontang, dan berwarna kecoklatan, lalat baru beterbangan.
Usahaku berjalan cukup lancar, nasi aking didistribusikan ke kampung-kampung, atau beberapa pasar tradisional di Karawang, Banten, Solo, dan Jakarta. Kini, sejak Jakarta dilanda banjir, orang Jakarta mulai memakan beras aking, hidup mereka berbenturan dengan harga sembako yang makin menggila. Untuk pendistribusian, aku ajak dua pemuda masjid di kampung (Girun dan Sholeh) yang selama ini bekerja serabutan dan banyak menganggur. Ibu dan dua adik kembarku Asih dan Esih yang masih duduk dibangku kelas 2 SMA, ikut serta membantu usahaku.
Aku menjual harga beras akingku berbeda-beda. Untuk beras yang butirannya masih utuh aku jual Rp.1.500 per liter. Butiran yang masih terbelah lima puluh persen aku hargai Rp.1.100 per liter, dan untuk yang banyak belahannya aku hargai Rp. 800 per liter.
“Yu, bapak kasihan sama kamu. Hasil usaha kamu nggak banyakkan?”
“Memang, Pak. Saya taruh di agen Rp.1.200, dijual Rp.1.500. Bayar nasi aking dua ratus lima puluh rupiah. Ongkos transport, tiga ratus lima puluh rupiah. Bayar asisten, tiga ratus rupiah, belum ongkos cuci, dan lain-lain dua ratus lima puluh rupiah. Ya.. untungnya dua ratus lah, itu dari perliternya. Tapi niat saya nolong, Pak.”
“Baik sih niat kamu, tapi ya mau sampai kapan terus-terusan usaha beras aking. Itu tidak mencukupi apa-apa. Kelak kamu kan juga harus menabung untuk masa depanmu.”
“Ya bersabarlah, pak, mudah-mudahan ada jalan terangnya. Masalah rezeki, Wahyu tidak pernah takut, yang penting ikhtiar dan do’a sudah maksimal.” Bapak lebih memilih diam untuk menanggapi ucapanku.
“Ya, nanti kalau usahanya mentok, Wahyu coba ngelamar kerjalah, Pak.” Ucapku untuk menenangkan hati bapak sementara.
Pagi ini, untuk pertama kalinya kau merasakan beras aking. Ibu yang memasaknya. “Mudah kok Yu masaknya. Nasi cukup direndam hingga mekar. Ditiriskan, terus dikukus.”
Ya memang mudah, nasi itu enak dimakan saat masih hangat ditambah lagi dengan sambal dan ikan asin layur.
Setelah makan, aku pamit kepada ayah dan emak untuk ke Jakarta. Hari ini aku mau melakukan penagihan utangku kepada, Engko Chan yang selama ini menjual beras aking ku di toko sembakonya. Engko Chan adalah satu-satunya agen yang paling sering berhutang, sementara kalau yang lain, biasanya pembayaran langsung dilakukan di muka ketika beras-beras akingku diantar. Hari ini aku perintahkan Girun untuk memburu nasi aking.
Tapi, sesuatu terjadi diluar dugaanku. Belum sempat aku sampai ke toko Engko Chan, musibah menimpa ku. Mobil butut tua milik abahku raib ketika hampir sebentar aku ke toilet umum di sebuah pasar. Saat itu mobilku parkir. Mungkin karena ramainya pasar, dan orang tidak ada yang ngeh, jadi mobil itu hilang dengan mudahnya.
Bingung menyergap. Entahlah abah akan senang karena mobil bututnya hilang dan aku mencari tempat kerja di tempat lain, atau abah marah karena mobilnya hilang? “Tapi kalau bukan aku, bagaimana nasib orang miskin di sana, siapa yang menjamin mereka besok bisa makan? Girun dan Soleh.” Gumam batin ku gundah.
Analisis Unsur Ekstrinsik Cerpen Beras Aking
Setelah membaca cerpen Beras Aking di atas, berikut adalah analisis unsur ekstrinsiknya:
1. Latar Belakang Masyarakat
…Itu karena pembeli beras akingku adalah masyarakat miskin yang tidak mampu lagi membeli beras yang harganya sudah menggila, sementara cacing di perut terus menuntut atas kelaparannya. Dan usahaku ini adalah solusi untuk mereka dan cacing itu. Ya, makan nasi aking adalah sebuah pilihan rakyat miskin untuk tetap hidup.
Berdasarkan kutipan di atas, latar belakang masyarakat digambarkan sebagai kelompok yang mengalami kesulitan ekonomi, bahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kenaikan harga sembako yang semakin mahal memaksa mereka mencari alternatif, salah satunya dengan mengonsumsi beras aking.
2. Latar Belakang Penulis
Meskipun tidak diketahui secara pasti latar belakang penulis cerpen ini, tema yang diangkat menunjukkan kepekaan terhadap isu sosial dan ekonomi masyarakat kelas bawah.
Kemungkinan besar, penulis memiliki pengalaman atau mengamati kehidupan orang-orang miskin yang harus bertahan hidup dengan sumber makanan yang terbatas. Selain itu, karakter utama dalam cerpen di atas berpendidikan namun belum mendapat pekerjaan juga menunjukkan kritik terhadap realitas sulitnya mendapatkan pekerjaan di Indonesia.
3. Nilai-nilai dalam Cerpen
a. Nilai Agama
Nilai agama dalam cerpen di atas terlihat dari Wahyu yang percaya bahwa rezeki sudah diatur oleh Tuhan, tugasnya hanya berusaha maksimal dan berdoa.
“Ya bersabarlah, pak, mudah-mudahan ada jalan terangnya. Masalah rezeki, Wahyu tidak pernah takut, yang penting ikhtiar dan do’a sudah maksimal.”
b. Nilai Sosial
Nilai sosial dalam cerpen di atas, terlihat dari rasa peduli Wahyu terhadap masyarakat miskin yang kesulitan membeli beras. Meskipun keuntungannya kecil, ia menjalankan usahanya demi menolong sesama. Bisa dilihat dari kutipan berikut ini:
“Yu, bapak kasihan sama kamu. Hasil usaha kamu nggak banyakkan?”
“Memang, Pak. Saya taruh di agen Rp.1.200, dijual Rp.1.500. Bayar nasi aking dua ratus lima puluh rupiah. Ongkos transport, tiga ratus lima puluh rupiah. Bayar asisten, tiga ratus rupiah, belum ongkos cuci, dan lain-lain dua ratus lima puluh rupiah. Ya.. untungnya dua ratus lah, itu dari perliternya. Tapi niat saya nolong, Pak.”
—
Itulah pembahasan tentang unsur ekstrinsik dalam cerpen, mulai dari pengertian, unsur-unsurnya, hingga contoh analisis. Semoga bermanfaat dan memudahkan kamu dalam memahami unsur ekstrinsik cerpen, ya. Jika kamu ingin belajar materi Bahasa Indonesia lainnya, ayo belajar di Brain Academy!
Sumber:
Alfari, Shabrina. 2024. Cara Menganalisis Unsur Ekstrinsik Cerpen [daring]. Tautan: https://www.ruangguru.com/blog/analisis-unsur-ekstrinsik-cerpen
detik.com. 2022. Memahami Unsur Ekstrinsik dalam Cerpen, Ciri, serta Contohnya [daring]. Tautan: https://www.detik.com/bali/berita/d-6426908/memahami-unsur-ekstrinsik-dalam-cerpen-ciri-serta-contohnya
Cerpen Beras Aking [daring]. Tautan: https://www.scribd.com/document/356611121/Cerpen-Beras-Aking (Diakses 28 Februari 2025)